Perubahan Iklim Runtuhkan Kejayaan Peradaban Indus

Misteri runtuhnya peradaban paling awal di Bumi hampir 4.000 tahun lalu di India, Pakistan, Nepal, dan Bangladesh kini terpecahkan. Para peneliti menunjuk perubahan iklim sebagai biang keladi.

Mesir Kuno dan Mesopotamia mungkin merupakan kebudayaan paling terkenal, tapi ternyata yang terbesar adalah peradaban Indus atau Harappa. Peradaban ini terdapat di dataran Sungai Indus dari Laut Arab hingga Singai Gangga yang membentang hingga 386.000 mil persegi (1 juta kilometer persegi).

Pada puncak kejayaannya mungkin telah menyumbang 10 persen dari populasi dunia. Peradaban ini hadir sekitar 5.200 tahun yang lalu dan perlahan-lahan runtuh antara 3.900 dan 3.000 tahun lalu. Sebagian besar populasi meninggalkan area tersebut dan bermigrasi ke arah timur.

Hampir satu abad yang lalu, para peneliti sebenarnya mulai menemukan sisa-sisa permukiman Harappa di sepanjang Sungai Indus dan anak-anak sungainya serta di daerah gurun yang luas di perbatasan India dan Pakistan.

Mereka menemukan bukti berupa kota-kota, hubungan laut dengan Mesopotamia, rute perdagangan internal, dan seni dan kerajinan.

Peneliti Liviu Giosan, seorang ahli geologi di Woods Hole Oceanographic Institution di Massachusetts, bersama rekan-rekannya telah merekonstruksi lansekap dataran dan sungai Harappa yang bisa menjelaskan nasib misterius dari budaya ini.

"Penelitian kami memperlihatkan salah satu contoh yang paling jelas dari perubahan iklim yang menyebabkan runtuhnya keseluruhan peradaban," kata Giosan.

Pertama, para peneliti menganalisis data satelit dari lansekap Sungai Indus dan sekitarnya.

Dari 2003 sampai 2008, para peneliti kemudian mengumpulkan sampel sedimen dari pantai Laut Arab ke lembah irigasi subur Punjab dan Gurun Thar utara untuk menentukan asal-usul dan usia mereka guna mengetahui perubahan lansekap yang terjadi.

Para peneliti lalu mengidentifikasi terjadinya musim hujan yang semakin melemah seiring dengan waktu. Padahal selama 2.000 tahun, sungai merupakan penghidupan bagi kebudayaan tersebut.

Karena perubahan iklim tersebut, sungai pun semakin kering sehingga tidak menguntungkan bagi peradaban. Perubahan ini pun diduga berujung bencana bagi kota-kota di Indus. Penyebaran penduduk ke timur berarti tidak ada lagi tenaga kerja terkonsentrasi untuk mendukung urbanisme.

"Kota runtuh, tetapi komunitas pertanian kecil yang berkelanjutan dan berkembang," kata Giosan. "Banyak seni perkotaan, seperti menulis akan memudar, tetapi pertanian terus berjalan dan benar-benar terdiversifikasi."

Temuan ini bisa membantu eksplorasi panduan arkeologi pada masa depan peradaban Indus. Para peneliti sekarang dapat meneliti lebih baik permukiman yang lebih signifikan berdasarkan hubungan mereka dengan sungai.

Hasil penemuan ini telah dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences pada 28 Mei 2012. (Pri/LiveScience.com/OL-5) | Prita Daneswari, MediaIndonesia
Lebih baru Lebih lama